Kamis, 27 April 2023

ISLAM BERKEMAJUAN ; PAHAM AGAMA ISLAM MENURUT MUHAMMADIYAH

 A.     Karakteristik Kesempurnaan Ajaran Islam

Islam adalah ajaran yang syamil mutakamil (sempurna dan menyeluruh). Syumuliyatul Islam artinya kesempurnaan Islam. Ajaran Islam menyeluruh meliputi semua zaman, kehidupan, dan eksistensi manusia. Ia mengatur mulai urusan pribadi, keluarga, masyarakat, hingga urusan negara. Islam juga mengatur masalah sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, keamanan, pendidikan, bahkan masalah lingkungan. Islam sebagai agama penyempurna yang selalu terbuka dengan adanya perubahan zaman yang semakin modern.

Dalam memahami karakteristik agama Islam, maka sangat penting bagi setiap muslim untuk mengetahui item-item penting tentang kesempurnaan Islam itu sendiri karena akan dapat menghasilkan pemahaman Islam yang komprehensif. Beberapa karakteristik dalam kesempurnaan agama Islam antara lain :

1.     Rabbaniyah (Bersumber Langsung dari Allah SWT)

Islam merupakan manhaj Rabbani (konsep Allah), baik dari aspek akidah, ibadah, akhlak, syariat, dan peraturannya semua bersumber dari Allah.

2.     Insaniyah ’Alamiyah (Humanisme Yang Bersifat Universal)

Islam merupakan petunjuk bagi seluruh manusia, bukan hanya untuk suatu kaum atau golongan. Hukum Islam bersifat universal, dan dapat diberlakukan disetiap bangsa dan negara.

3.     Syamil Mutakamil (Integral Menyeluruh Dan Sempurna)

Islam membicarakan seluruh sisi kehidupan manusia, mulai dari yang masalah kecil sampai dengan masalah yang besar.

4.     Al-Basathah (Elastis, Fleksibel, Mudah)

Islam adalah agama fitrah bagi manusia, oleh karena itu manusia niscaya akan mampu melaksanakan segala perintah-Nya tanpa ada kesulitan, tetapi umumnya yang menjadikan sulit adalah manusia itu sendiri.

5.     Al-’Adalah (Keadilan)

Islam datang untuk mewujudkan keadilan yang sebenar- benarnya, untuk mewujudkan persaudaraan dan persamaan di tengah-tengah kehidupan manusia, serta memelihara darah (jiwa), kehormatan, harta, dan akal manusia.

6.     Keseimbangan (Equilibrium, Balans, Moderat)

Dalam ajaran Islam, terkandung ajaran yang senantiasa menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum, antara kebutuhan material dan spiritua serta antara dunia dan akhirat.

7.     Perpaduan antara Keteguhan Prinsip dan Fleksibilitas

Ciri khas agama Islam yang dimaksud adalah perpaduan antara hal-hal yang bersifat prinsip (tidak berubah oleh apapun) dan menerima perubahan sepanjang tidak menyimpang dari batas syariat.

8.     Graduasi (Berangsur-Angsur/Bertahap)

Hukum atau ajaran-ajaran yang diberikan Allah kepada manusia diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan fitrah manusia. Jadi tidak secara sekaligus atau radikal.

9.     Argumentatif Filosofis

Ajaran Islam bersifat argumentatif, tidak bersifat doktriner. Dengan demikian Al- Quran dalam menjelaskan setiap persoalan senantiasa diiringi dengan bukti-bukti atau keterangan-keterangan yang argumentatif dan dapat diterima dengan akal pikiran yang sehat (rasional religius).

 

B.      Ragam Pemahaman Islam di Indonesia

Apabila kita mencermati perkembangan mutakhir (kontemporer) di tanah air, banyak sekali bermunculan berbagai corak pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Corak pemikiran tersebut antara lain adalah fundamentalis, teologis normatif, eksklusif, rasionalis, modernis, kultural, dan juga inklusif-pluralis.

Corak pemikiran Islam di Indonesia dipandang cukup signifikan. Hal tersebut dikarenakan semakin berkembangnya pemikiran-pemikiran Islam yang dulunya masih bersifat tradisional hingga menjadi modern atau kontemporer seperti sekarang ini.

Perkembangan pemikiran Islam tersebut, tidak lepas dari campur tangan tokoh-tokoh yang mempeloporinya. Sebagian tokoh-tokoh yang berkontribusi dalam pengembangan pemikiran Islam di Indonesia tersebut diantaranya adalah Harun Nasution, Kuntowijoyo, Moeslim Abdurrahman, Fazlur Rahman, Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, dan juga Mukti Ali.

Pada dasarnya, munculnya pemikiran-pemikiran Islam yang beraneka ragam tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa hal, baik itu secara eksternal ataupun internal. Menurut nurcholish madjid, latar belakang dari munculnya pemikiran yang dicetuskannya adalah karena keprihatinan dan pertanyaan terhadap sejumlah permasalahan mendasar. Permasalahan tersebut mengenai keadaan umat Islam yang dinilai tertinggal oleh kereta Indonesia yang sedang menuju stasiun modernisasi.

Mayoritas umat Islam, seolah-olah dianggap merasa asing di negeri sendiri. Hal tersebut dikarenakan partisipasi umat Islam terhadap persoalan besar di Indonesia sangat terbatas. Beradaptasi dari hal di atas, misi Islam yang diyakini sebagai rahmat li al’aalamin tidak teraktualisasi. Intinya, bagaimana kesadaran Islam yang substantif seharusnya diaktualisasikan dalam konteks Indonesia yang sedang menghadapi berbagai persoalan modern.

Dengan kondisi diatas, maka dapat diurai dan dianalisis secara sosiologis beberapa  aliran-aliran pemikiran Islam yang ada di Indonesia sebagai berikut :

1.     Pemikiran Islam Fundamentalis

Kata fundamentalis berasal dari bahasa Inggris yang berarti pokok, asas, dan fundamentil. Islam fundamentalis yaitu sikap dan pandangan yang berpegang teguh pada hal-hal yang dasar dan pokok dalam Islam dengan tidak mempertentangkannya dengan ilmu dan teknologi.

Paham ini memiliki ciri-ciri eksklusif, doktriner, keras, radikal dan politis. Menurut Abuddin Nata, pemikiran ini diwakili oleh Dr. Zulfikar dan kelompoknya, serta Kartosuwiryo di masanya. Munculnya corak pemikiran ini merupakan respon terhadap arah politik dan kondisi sosial yang cenderung memojokkan agama.

Berbeda hal dengan Nurcholis Madjid yang melihat fundamentalisme dari sudut pandang politik, yaitu suatu gerakan yang menimbulkan sikap ekstremis, fanatisme, atau bahkan terorisme dalam mewujudkan keinginannya untuk mempertahankan keyakinan keagamaan. Kaum fundamentalis ingin kembali ke masa Rasulullah secara murni baik dari pakaian maupun tingkah laku. Selain itu, kaum fundamentalis ingin kembali ke alam dan tidak setuju terhadap industri yang akhirnya akan merusak kehidupan manusia dan makhluk lain.

Intinya, Islam fundamentalis adalah upaya untuk kembali kepada dasar-dasar agama, dan mempersempit pemahaman agama sehingga cenderung tektualis.

2.     Pemikiran Islam Teologis-Normatif

Islam teologis-normatif adalah paham yang meyakini bahwa ajaran Islam adalah wahyu Tuhan yang wajib diyakini dan diterima sebagai kebenaran mutlak dan tidak boleh digugat. Paham ini muncul sebagai respon terhadap pandangan yang dinilai kurang meyakini kekuasaan Tuhan dan cenderung berpikir pragmatis.

Amin Abdullah mengatakan bahwa ciri-ciri Islam teologis-normatif ini antara lain: bercorak literalis, tekstualis, atau skriptualis. Kelompok penganut paham ini adalah kebanyakan Muslimin Indonesia pengikut teologi klasik Asy’ariyah.

3.     Pemikiran Islam Eksklusif

Islam eksklusif adalah sikap keberagamaan yang memandang bahwa keyakinan, pandangan, pikiran, dan prinsip diri sendirilah yang paling benar. Sementara itu, keyakinan, pandangan, pikiran dan prinsip yang dianut orang lain salah, sesat, dan harus dijauhi. Akibat dari hal tersebut, kaum pemikiran eksklusif ini tidak mau menerima saran, masukan dan pemikiran yang berasal dari luar.

Paham ini muncul disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain karena pemahamannya terhadap teks-teks agama yang tekstual, wawasan pemikirannya yang sempit, dan faktor-faktor historis, dimana dalam perkembangannya Islam pernah mengalami konflik dengan agama lain seperti Nasrani.

4.     Pemikiran Islam Rasional

Islam rasional yaitu Islam yang dalam menjelaskan ajaran-ajarannya tidak hanya mengandalkan pendapat wahyu, tetapi juga mengikutsertakan akal pikiran yang nantinya digunakan untuk memperkuat dalili-dalil yang terdapat dalam ajaran agama. Ciri-ciri pemikirannya adalah 1) menggunakan akal pikiran dalam memperkuat argumen, tanpa meninggalkan wahyu, 2) selalu mencari hikmah yang dapat diterima akal dari suatu ajaran agama, dan 3) selalu berpikir sistematik, radikal, dan universal.

Corak pemikiran ini banyak diikuti oleh kelompok Muslim intelektual dan akademisi. Tokoh pelopor pemikiran Islam rasional ini adalah Harun Nasution. Harun Nasution berusaha menguakkan bagian-bagian ajaran Islam yang kurang diungkapkan secara terbuka sebelumnya di Indonesia ini, ataupun yang memang tidak dibicarakan sama sekali.

Harun Nasution berusaha memberi orientasi tertentu tentang Islam, yang lain daripada yang biasa berkembang sebelumnya. Munculnya pemikiran ini dilatarbelakangi oleh keadaan umat Islam yang stagnan karena taklid, takut mendayagunakan akal untuk memahami Islam, dan dominannya pemikiran Islam yang mitologis.

5.     Pemikiran Islam Transformatif

Islam transformatif adalah Islam yang mengubah keadaan masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat yang maju, membentuk masyarakat yang biadab menjadi beradab, dan menuju masyarakat yang memiliki keseimbangan material dan spiritual.

Menurut Kuntowijoyo, salah satu kepentingan terbesar Islam sebagai sebuah idiologi sosial adalah bagaimana mengubah masyarakat sesuai cita-cita dan visinya mengenai transformasi sosial.

Ciri-ciri pemikiran transformatif ini adalah 1) selalu berorientasi pada pembentukan dan pengubahan masyarakat Islam, 2) menuntut keseimbangan antara formalisme dan simbolisme dalam agama, 3) konsen kepada tema-tema pemberdayaan kaum dhu’afa dan tertindas, atau mereka yang tidak mendapat keuntungan dari suatu sistem, 4) untuk memahami permasalahan, dipergunakan teori-teori atau ilmu-ilmu sosial.

6.     Pemikiran Islam Aktual

Islam aktual yaitu Islam yang dihayati dan dipraktekkan dalam kenyataan hidup sehari-hari di masyarakat, serta dalam interaksinya dalam memecahkan berbagai masalah sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Dengan kata lain, Islam aktual adalah Islam dalam kenyataan bukan Islam sebagai konsep. Adapun ciri-cirinya adalah 1) lebih menekankan perilaku, aksi, dan karya nyata daripada sekedar berbicara konsep, 2) bersifat pribadi, dan amat beragam bentuk dan corak aksinya. Dapat dikatakan, corak pemikiran Islam aktual ini mirip dengan semangat Islam transformatif.

7.     Pemikiran Islam Kontekstual

Islam kontekstual yaitu Islam yang dalam penjabarannya senantiasa memperhatikan situasi dan kondisi dimana Islam dikembangkan. Islam kontekstual memahami teks-teks agama sekaligus dengan konteks ruang dan waktu dimana teks itu muncul dan kemudian ditafsirkan dari waktu ke waktu. Tujuannya adalah agar ajaran Islam senantiasa hidup dan relevan dengan kebutuhan umat di berbagai zaman. Pemikiran ini berkembang di Indonesia berkat pelopor seperti Fazlur Rahman, Nurcholish Madjid, dan Kuntowijoyo.

8.     Pemikiran Islam Esoteris

Islam esoteris yaitu suatu kajian tentang Islam yang mengkonsentrasikan pembahasan pada segi pembersihan anggota batiniah (bidang tasawuf) agar tercapai kesucian jiwa dan dengan demikian dapat memperoleh hubungan dengan Tuhan. Corak pemahaman keislaman seperti ini akan menjadi tujuan ideal yang akan dicapai dalam kehidupan di dunia ini.

9.     Pemikiran Islam Tradisionalis

Islam tradisonalis yaitu Islam yang senantiasa berpegang pada Al-Qur’an dan As- Sunnah yang dipahami dan dipraktekkan oleh ulama terdahulu dalam bidang ilmu agama seperti fikih, tafsir, kalam, tasawuf, dan lain sebagainya. Menurut Abuddin, Islam tradisionalis dicirikan sebagai berikut: 1) eksklusif, 2) tidak membedakan antara ajaran dan non ajaran, 3) berorientasi ke belakang, 4) cenderung tekstualis-literalis, 5) cenderung kurang menghargai waktu, 6) tidak mempermasalahkan masuknya suatu tradisi, 7) mengutamakan perasaan daripada pikiran, 8) bersikap jabariyah dan teosentris, 9) kurang menghargai ilmu pengetahuan dan teknologi, dan 10) jumud dan statis.

10.  Pemikiran Islam Modernis

Islam modernis yaitu paham keislaman yang berusaha melakukan reinterpretasi terhadap ajaran Islam yang telah dipahami oleh generasi terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan modern. Reinterpretasi tersebut dilakukan secara rasional, ilmiah, serta sejalan dengan syari’at Tuhan baik yang terdapat di dalam Al-Qur’an ataupun As- Sunnah.

Pemikirannya bersifat rasional, dinamis, progresif, dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun tokoh dan organisasi yang termasuk dalam kategori ini adalah Nurcholish Madjid dan Muhammadiyah.

11.  Pemikiran Islam Kultural

Islam kultural adalah paham keislaman yang dalam praktek keagamaan sangat longgar terhadap produk-produk budaya lokal dan tidak bertujuan “mengislamkan” produk-produk tersebut secara legal-formal. Pendekatan keislaman paham ini dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh suatu budaya.

12.  Pemikiran Islam Inklusif-Pluralis

Secara etimologis, pluralisme berasal dari kata pluralitas yang memiliki arti kebanyakan, kemajemukan dan keragaman. Dalam pengertian generiknya, pluralisme merupakan pandangan yang mengafirmasi dan menerima keragaman. Penggunaan istilah pluralisme dalam agama (pluralisme agama) yang diartikan sebagai relasi damai antar agama yang berbeda.

Pluralisme ini merupakan bagian dari sunnatullah sebagai kenyataan yang telah menjadi kehendak Allah SWT. Kelompok pengikut paham ini biasanya dicirikan dengan sikap yang terbuka, mudah diajak untuk berdialog, dan toleran terhadap keyakinan yang lain.

Corak pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia menunjukan betapa beragamnya pemikiran Islam di tanah air ini yang dapat kita lihat disekeliling kita secara kasat mata, dan dari sini kita dapat dengan mudah membedakan dan memahami secara umum gambaran pelbagai pemikiran Islam yang ada di Indonesia termasuk di bagian yang mana kita berdiri dan munculnya sebuah pemahaman bahwa di dalam Islam sendiri memiliki corak pemikiran yang beragam, khususnya di Indonesia sehingga kita bisa saling menghormati dan menghargi di tengah kehidupan masyarakat yang plural. 

C.     Paham Agama Islam menurut Muhammadiyah

Secara harfiah, Paham Islam dalam Muhammadiyah bisa dikatagorikan sebagai pemahaman yang berorientasi pada pedoman Al Qur'an dan As Sunnah yaitu merujuk kepada sumber ajaran yang utama yaitu Al Qur'an dan As Sunnah Shohihah dan Maqbulah yang otentik dan dinamis serta berorientasi kepada kemajuan.

Hal-hal yang berkaitan dengan paham agama dalam Muhammadiyah secara garis besar dan pokok-pokoknya ialah sebagai berikut :

1.   Agama, yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W. ialah apa yang diturunkan Allah dalam Alquran dan yang disebut dalam Sunnah maqbulah, berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.

2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad S.A.W., sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi

3. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang: (a) ‘Aqidah; Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam; (b) Akhlaq; Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran- ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia; (c) ‘Ibadah; Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ‘ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah S.A.W. tanpa tambahan dan perubahan dari manusia; (d) Mu’amalah dunyawiyat; Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalah dunyawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ‘ibadah kepada Allah S.W.T.

4.  Islam adalah agama untuk penyerahan diri semata-mata karena Allah, agama semua Nabi, agama yang sesuai dengan fitrah manusia, agama yang menjadi petunjuk bagi manusia, agama yang mengatur hubungan dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama, dan agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam.

5. Bahwa dasar muthlaq untuk berhukum dalam agama Islam adalah Alquran dan Sunnah.

6. Muhammadiyah dalam memaknai tajdid mengandung dua pengertian, yakni pemurnian (purifikasi) dan pembaruan (dinamisasi).

Di antara langkah-langkah untuk menanamkan (memantapkan) kembali paham Islam dalam Muhammadiyah ialah sebagai berikut :

1. Majelis Tarjih memproduksi/menghasilkan berbagai pedoman/tuntunan tentang ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan baik yang menyangkut aqidah, ibadah, akhlak, maupun mu’amalat duniawiyah secara lengkap, mudah dipahami, dan bervariasi untuk dijadikan pedoman dan dimasyarakatkan/dipublikasikan sesuai dengan keputusan-keputusan Muktamar/Munas Tarjih.

2.  Pimpinan Persyarikatan diikuti oleh Organisasi Otonom, amal usaha, dan berbagai institusi dalam Muhammadiyah di berbagai tingkatan dari Pusat hingga Ranting menggiatkan kembali Kajian Intensif Islam dalam Muhammadiyah

3.  Menggiatkan pengajian-pengajian umum yang membahas tentang Islam multiaspek dalam Muhammadiyah baik secara rutin maupun dengan memanfaatkn momentum- momentum tertentu.

4. Menyebarluaskan paham agama (Islam) dalam Muhammadiyah ke berbagai lingkungan serta media publik, termasuk melalui website, internet, dakwah seluler, dan sebagainya sehingga paham Islam yang dikembangkan Muhammadiyah dapat dibaca, dipahami, dan diamalkan oleh umat Islam dan masyarakat luas.

5.  Menghidupkan kembali kultum/pengajian singkat di berbagai kegiatan, yang antara lain menjelaskan tentang berbagai aspek ajaran Islam yang dipahami dan dipraktikan Muhammadiyah, sehingga bukan sekadar membahas masalah-masalah organisasi belaka, kendati tetap penting.

Hal yang penting yang perlu menjadi pemahaman bersama bahwa paham Islam dalam  Muhammadiyah bersifat komprehensif dan luas, sehingga tidak sempit dan parsial. Agama dalam pandangan atau paham Muhammadiyah tidaklah sepotong-sepotong, serpihan- serpihan, dan hanya hukum/fikih belaka. Paham agama yang ditanamkan bukan ajaran yang terbatas, tetapi luas dan mulsti aspek. Karena Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, maka paham tentang Islam merupakan kewajiban atau keniscayaan yang fundamental, yang intinya pada memperdalam sekaligus memperluas paham Islam bagi seluruh warga Muhammadiyah, kemudian menyebarkan/mensosialisasikan dan mengamalkan dalam kehidupan umat serta masyarakat sehingga Islam yang didakwahkan Muhammadiyah  membawa/menjadi rahmatan lil-‘alamin.

1.     Bidang Aqidah

Aqidah Islam menurut Muhamadiyah dirumuskan sebagai konsekuensi logis dari gerakannya. Formulasi aqidah yang dirumuskan dengan merujuk langsung kepada suber utama ajaran Islam itu disebut ‘aqidah shahihah,yang menolak segala bentuk campur tangan pemikiran teologis. Karakteristik aqidah Muhammadiyah itu secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :

a)  Pertama, nash sebagai dasar rujukan. Semangat kembali kepada Alquran dan Sunnah sebenarnya sudah menjadi tema umm pada setiap Gerakan pembaharuan.

b) Kedua, keterbatasan peranan akal dalam soal aqida Muhammadiyah termasuk kelompok yang memandang kenisbian akal dalam masalah aqidah.

c)     Ketiga, kecondongan berpandangan ganda terhadap perbuatan manusia.

d)    Keempat, percaya kepada qadha’ dan qadar.

e)     Kelima, menetapkan sifat-sifat Allah.

 

2.     Bidang Hukum

Muhammadiyah melarang anggotanya bersikap taqlid, yaitu sikap mengikuti pemikiran ulama tanpa mempertimbangkan argumentasi logis. Dan sikap keberagaman menumal yang dibenarkan oleh Muhammadiyah adalah ittiba’, yaitu mengikuti pemikiran ulama dengan mengetahui dalil dan argumentasi serta mengikutinya dengan pertimbangan logika.

Adapun pokok-pokok utama pikiran Muhammadiyah dalam bidang hokum yang dikembangkan oleh Majlis Tarjih antara lain:

a)    Ijtihad dan istinbath atas dasar ‘illah terhadap hal-hal yang terdapat di dalam nash, dapat dilakukan sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbdi dan memang merupakan hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.

b)  Tidak mengikatkan diri kepada suatu madzhab, tetapi pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum.

c)   Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya Majlis Tarjih yang paling benar. Koreksi dari siapa pun akan diterima sepanjang diberikan dalil- dalil yang lebih kuat.

d)    Ibadah ada dua macam, yaitu ibadah khusus, yaitu apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu, dan ibadah umum, yaitu segala perbuatan yang dibolehkan oleh Allah dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya.

e)  Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuannya dari Alquran dan Sunnah, pemahamannya dapat menggunakan akal sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya.

3.     Bidang Akhlak

Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah dijelaskan “Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi pada nilai-nilai ciptaan manusia.”

Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai dan perilaku baik dan burruk seperti sabar, syukur, tawakal, birrul walidaini, syaja’ah dan sebagainya (Al-Akhlaqul Mahmudah) dan sombong, takabur, dengki, riya’, ‘uququl walidain dan sebagainya (Al-Akhlaqul Madzmuham).

Adapun sifat-sifat akhlak Islam dapat digambarkan sebagai berikut :

a)     Akhlaq Rabbani : Sumber akhlaq Islam itu wahyu Allah yang termaktub dalam Al- Qur’an dan As-Sunnah, bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlaq Islamlah moral yang tidak bersifat kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang memiliki nilai-nilai yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang mampu menghindari nilai moralitas dalam hidup manusia (Q.S.) Al-An’am / 6 : 153).

b)    Akhlak Manusiawi. Akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah manusia. Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Akhlaq Islam benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.

c)  Akhlak Universal. Sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan menyangkut segala aspek kehidupan manusia baik yang berdimensi vertikal, maupun horizontal. (Q.S. Al-An’nam : 151-152).

d)    Akhlak Keseimbangan. Akhlaq Islam dapat memenuhi kebutuhan sewaktu hidup di dunia maupun di akhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan manusia duniawi maupun ukhrawi secara seimbang, begitu juga memenuhi kebutuhan pribadi dan kewajiban terhadap masyarakat, seimbang pula. (H.R. Buhkori).

e)   Akhlaq Realistik. Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia walaupun manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk lain, namun manusia memiliki kelemahan-kelemahan itu yaitu sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu Allah memberikan kesempatan untuk bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa. Islam membolehkan manusia melakukan yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. (Q.S. Al- Baqarah / 27 : 173)

4.     Bidang Mu’amalah Dunyawiyah

Mua’malah : Aspek kemasyarakatan yang mengatur pegaulan hidup manusia diatas bumi ini, baik tentang harta benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar negara dan lain sebagainya.

Di dalam prinsip-prinsip Majlis Tarjih poin 14 disebutkan “Dalam hal-hal termasuk Al-Umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi, menggunakan akal sangat diperlukan, demi untuk tercapainya kemaslahatan umat.”

Adapun prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah yang terpenting antara lain :

a)     Menganut prinsip mubah.

b)    Harus dilakukan dengan saling rela artinya tidak ada yang dipaksa.

c) Harus saling menguntungkan. Artinya mu’amalah dilakukan untuk menarik mamfaat dan menolak kemudharatan.

d)    Harus sesuai dengan prinsip keadilan.

5.     Ijtihad Sebagai Jalan dalam Mengambil Hukum

Jalan Ijtihad yang ditempuh Majlis Tarjih meliputi :

a)  Ijtihad Bayan: yaitu ijtihad terhadap ayat yang mujmal baik karena belum jelas maksud lafadz yang dimaksud, maupun karena lafadz itu mengandung makna ganda, mengandung arti musytarak ataupun karena pengertian lafadz dalam ungkapan yang konteksnya mempunyai arti yang jumbuh (mutasyabih) ataupun adanya beberapa dalil yang bertentangan (ta’arrudl) dalam hal terakhir digunakan cara jama’ dan talfiq.

b)  Ijma’: Kesepakatan para imam mujtahid di kalangan umat Islam tentang suatu hukum Islam pada suatu masa (masa sahabat setelah Rasulullah wafat). Menurut kebanyakan para ulama, hasilijma’ dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam sesudah Alquran dan Sunnah. Pemikiran tentang ijma’ berkembang sejak masa sahabat sampai masa sekarang, sampai masa para imam mujtahid.

c)     Qiyas: Menyamakan sesuatu hal yang tidak disebutkan hukumnya di dalam nash, dengan   hal   yang   disebutkan   hukumnya   di   dalamnash, karena    adanya persamaan illat (sebab) hukum pada dua macam hal tersebut, contoh: hukum wajib zakat atas padi yang dikenakan pada gandum. Untuk Qiyas digunakan dalam bidang muamalah duniawiyah, tidak berlaku untuk bidang ibadah mahdlah. La qiyasa fil ibadah.

d) Maslahah, atau Istislah; Yaitu, menetapkan hukum yang sama sekali tidak disebutkan dalam nash dengan pertimbangan untuk kepentingan hidup manusia yang bersendikan mamfaat dan menghindarkan madlarat. Contoh, mengharuskan pernikahan dicatat, tidak ada satu nash pun yang membenarkan atau membatalkan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kepastian hukum atas terjadinya perkawinan yang dipergunakan oleh negara. Hal ini dilakukan untuk melindungi hak suami istri. Tanpa pencatatan negara tidak mempunyai dokumen otentik, atas terjadinya perkawinan.

e) Istihsan: yaitu memandang lebih baik, sesuai dengan tujuan syariat, untuk meninggalkan ketentuan dalil khusus dan mengamalkan dalil umum. Contoh: Harta zakat tidak boleh dipindah tangankan dengan cara dijual, diwariskan, atau dihibahkan. Tetapi kalau tujuan perwakafan (tujuan syar’i) tidak mungkin tercapai, larangan tersebut dapat diabaikan, untuk dipindah tangankan, atau dijual, diwariskan atau dihibahkan. Contoh: Mewakafkan tanah untuk tujuan pendidikan Islam. Tanah tersebut terkena pelebaran jalan, tanah tersebut dapat dipindahtangankan dengan dijual, dibelikan tanah ditempat lain untuk pendidikan Islam yang menjadi tujuan syariah diatas.

D.     Karakter Islam Berkemajuan Perspespektif Muhammadiyah

Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi berdirinya, aspirasi, motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya terdapat ciri-ciri khusus yang menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang secara sepintas mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu adalah sebagai berikut :

1.      Muhammadiyah adalah gerakan Islam

2.      Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar

3.      Muhammadiyah adalah gerakan tajdid

1.     Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam

Persyarikatan Muhammadiyah dibangun oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari telaah dan pendalaman (tadabbur) terhadap Alquranul Karim. Faktor inilah yang sebenarnya paling utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah, sedang faktor- faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor penunjang atau faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai pada setiap mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah surat Ali Imran, ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu lahirnya Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah dikembangkan sehingga dari hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR Hadjid dinamakan “Ajaran KH Ahmad Dahlan dengan kelompok 17, kelompok ayat-ayat Alquran”, yang didalammya tergambar secara jelas asal-usul ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam pengabdiyannya kepada Allah SWT.

Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.

2.     Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam

Ciri kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islamiyah. Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tidak terpisahkan dalam jati diri Muahammadiyah. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama yang mendorong berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA Dahlan terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran, Ayat : 104. Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah (menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat sebagai medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai ragam lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah.

3.     Muhammadiyah sebagi Gerakan Tajdid

Ciri ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat yang terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat, syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah satu mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat, bid’ah dan tajdid, sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak akidah dan ibadah seseorang.

Sifat Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah melakukan berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara penyelenggaraan pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan sebagainya.

Untuk membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.

E.      Referensi

Agus Purwanto, Becoming Muhammadiyah: Autobiografi Gerakan kaum Islam Berkemajuan , Bandung, Mizan Pustaka, 2016.

Haedar Nashir, Memahami Ideologi Muhammadiyah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah,2014.

Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi Muhammadiyah, cet. III, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2008.

M. Djindar Tamimy, “Tajdid: Ideologi dan Chittah Perdjoeangan Moehammadijah”, Prasaran, dalam Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Putusan Mu’tamar Muhammadiyah ke – 37 dengan Segala Rangkaiannya, PP. Muhammadiyah, Yogyakarta, 1968.

Achmad Jaenuri, Ideologi Kaum Reforrmis: Melacak Pandangan KeagamaanMuhammadiyah Periode Awal, Surabaya, LPAM, 2002.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Putusan Mu’tamar Muhammadiyah, Manhaj Gerakan Muhammadiyah: Ideologi, Khittah, dan Langkah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah dan Majlis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah, 2010.

Antonius Sigit Suryanto, Marhaenisi Muhammadiyah, Yogyakarta, Galang Press,2010.

Agus Purwadi, Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Metodologi dan Aplikasi, Yogyakarta, 

                 Pustaka Pelajar, 2002.

       Wiryandinata-Qonita Azizah, Magister Keuangan Syariah ITB Ahmad Dahlan;
                Ebook Kompilasi Filsafat Kemuhammadiyahan, Jakarta 2022.